Oleh: Panda’e Ken (Pemerhati Pendidikan Anak)
“ kapok……” kata itu meluncur dengan lancar walau
artikulasinya tidak begitu jelas dari mulut mungil anak kami, yang belum genap
dua tahun. Itu terlontar ketika keinginan dia tidak kami penuhi karena suatu
hal. Kaget tentu saja. Kami, saya dan istri merasa sudah begitu selektif ketika
berbicara dengan atau didepan anak kami. Diskusi kecil setengah panjang
berlangsung antara kami. Topiknya dari mana anak kami mendapatkan kosa kata
baru yang kami yakin diapun tidak begitu paham.
Mungkin ia pernah mendengar dari teman-temannya, begitulah kesimpulan
akhir diskusi kami.
Mungkin di antara kita – keluarga muslim – sering mengalami
hal serupa walaupun tidak sama. Ketika bunayya – si kecil mendapatkan
hal-hal baru, baik itu tingkah maupun kata yang tidak kita sukai dan dengan
segenap usaha dijauhkan dari anak-anak kita. Sedih, tentu saja. Mencari sumber
masalah juga sudah semestinya. Tapi tentu kita tidak selayaknya berhenti di
titik ini. Solusinya bagaimana ? ini yang semestinya menghiasi benak kita.
Meyalahkan lingkungan atau kawan-kawannya jelas tidak arif.
Walaupun kadang kami menghibur diri dengannya. Atau apa lebih baik kita batasi
anak kita maen ke luar rumah demi menghindari pengaruh buruk yang ditimbulkan
lingkungan. Jika jawabannya ya. Sanggupkah kita memenuhi kebutuhan dia untuk
berinteraksi dengan dunia sekitarnya, adakah kita memiliki waktu banyak dan
berkualitas untuk anak kita. Silahkan dijawab.
Menurut kami, kita tidak cukup mampu mendidik anak-anak
kita. Perlu melibatkan berbagai pihak. Oleh karena itu di kehidupan kita bermunculan institusi pendidikan dengan ragam
bentuknya, lembaga bimbel, sekolah dengan segala macamnya, pengajian, taklim,
TPA. Semua itu kemunculannya dilandasai oleh semangat menjadikan manusia
sebagai makhluk yang lebih baik dan berbudi. Tapi hal ini belum cukup.karena
seorang anak dalam keseharian, waktunya dihabiskan bersama keluarga, kemudian
sekolah dan bersama kawan-kawanya dilingkungan tempat tinggal.
Ketika anak dirumah tanggungjawab secara penuh ada dipundak
kita selaku orangtua, untuk mendidik dan menanamkan agama, moral dan lain
sebagainya. Ketika disekolah secara langsung tanggung jawab ada pada para guru
pendidik yang kita percayai sepenuh jiwa memoles buah hati kita. Nah.. kala
dilingkungan tanggung jawab siapa ? ya
kepada orangtua anak-anak yang bermain bersama. Alias kita. Jadi anakku anak
anda, dan anak anda anak kami juga.
Kita –para orang tua mereka- yang secara berjama’ah
bertanggung jawab untuk menanamkan moral yang baik. Jadi tidak sepantasnya kita
berdiri disatu sisi sambil menyalahkan si anak tetangga dan dengan bapak ibunya
atas perilaku kurang berkenan pada anak kita. Mestinya kita bergandengan tangan
untuk bersama mendidik anak-anak itu. Ketika ada anak yang bersikap atau
berucaop tidak sopan semestinya kita sedih dan berusaha memperbaikinya, karena
jika dibiarkan toh anak kita juga yang akan ketularan. Maka semestinya para
ibu-ibu dan juga bapak-bapak bisa lebih sering bersilaturahmi, duduk bareng
untuk membicarakan apa saja yang berkaitan dengan kehidupan bersama disebuah
lingkungan termasuk urusan pendidikan anak. Karena sekali lagi kita tidak
sanggup mendidik anak kita sendirian.
Sekali lagi, anakku itu anak anda dan anak anda juga anak
kami. Jangan sampai kita terjebak dalam kebanggaan semu karena berhasil
mendidik dengan baik anak kita, sementara segala hal buruk dianggap limpahan
dari anak tetangga, walau toh kadangkala benar adanya. Bukankah kesadaran kita
mendidik anak dengan baik itu semata karunia ALLOH Ta’ala ! jika Alloh berkehendak,
sangat gampang baginya menghalangi kesadaran kita akan tarbiyatul aulad
– pendidikan anak yang benar. Jadi, mari bersama mendidik anak anda, anak saya
dan anak kita bersama.
Semoga perhatian dan pendidikan kita kepada semua anak yang
berada dilingukngan ini sebagai wujud rasa syukur kita, dan pahalanya akan
diraih diakhirat kelak. Dus hal itu juga adalah derma, sedekah kita. Karena
sedekah itu luas, tidak terbatas hanya pemberian harta atau nominal diatas
kertas. Ilmu, kesadaran, kepedulian pun bisa menjadi sedekah yang pahalanya
berlipat tanpa batas.
Terakhir. Kelak ketika kita meninggalkan dunia fana ini,
hanya tiga hal yang bermanfaat bagi kita. Ilmu yang bermanfaat, sedekah jariyah
dan anak sholeh yang mendoakan kita. Maka, pastikan kita memperhatikan
pendidikan anak kita secara bersama dengan harapan kelak dari kedua belah
tangan anak-anak kita teriring doa yang tiada putus untuk kita sebagai orang
tuanya. Robbana hablana minassholihin.
Amiiin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar