Agar Pahala Mengalir Maksimal - LAZIS AL-IZZAH

Breaking

Breaking News

BANNER 728X90

Jumat, 06 Desember 2013

Agar Pahala Mengalir Maksimal

AGAR PAHALA MENGALIR MAKSIMAL


Oleh: Nasrul Yung

Siapa yang tidak mau mendulang pahala melimpah ruah. Semua orang tentu menginginkannya. Kalau saja surga diibaratkan dengan hotel, maka pahala adalah uang yang kita keluarkan untuk sekedar menginap semalam. Semakin berat pahala yang kita punya, semakin tinggi kedudukan hotel (surga) yang kita huni nantinya.

Allah berfirman, “Timbangan pada hari itu ialah kebenaran (keadilan), Maka Barangsiapa berat timbangan kebaikannya, Maka mereka Itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-A’raf: 8)

Allah menjanjikan keberuntungan bagi siapa saja yang di hari akhir nanti timbangan kebaikannya berat. Yang pahalanya melimpah. yang memanfaatkan dunianya sebagai sarana mengeruk pahala.

Tapi, bagaimana cara kita agar di usia yang tersisa ini kita bisa memaksimalkan amalan dahsyat berpahala maksimal itu? Kalau hanya mengandalkan durasi amalan, tentunya kita tidak cukup waktu untuk menyewa hotel yang bernama surga. Karena durasi usia kita yang sangat terbatas itu.

Kita harus punya strategi indah agar pahala dari buah amal kita mengalir maksimal tiada tara. Setidaknya ada beberapa strategi mengeruk pahala maksimal, sebagai berikut.

Sesuai Sunnah Nabi
Tidak ada amalan yang paling utama kecuali yang bersesuaian dengan apa yang telah dicontohkan Rasulullah Saw. Cukup bagi kita beramal mengikuti ketentuan yang disunahkan Nabi. Jangan merepotkan diri dengan menambah kadar dan jumlah amalan. Tidak perlu susah-susah membuat amalan-amalan baru yang tidak ada contoh dari Rasul. Apa yang dicontohkan Rasul adalah amal ideal dan paling besar pahalanya.

Shalat shubuh 2 rakaat tentu lebih utama dibandingkan dengan shalat shubuh 4 rakaat. Dan, selepas shalat, ada amalan yang diajarkan Nabi, yaitu berdzikir dengan kalimat thayyibah. Tentunya, jumlah dzikir sebanyak 33 lebih ideal dan banyak pahalanya dibandingkan dengan berdzikir lebih dari itu.

Jadilah Yang Pertama
Tentu menjadi yang pertama memiliki keutamaan lebih. Dan ini merupakan faktor penting sebagai strategi kita melipatgandakan pahala kebaikan.

Ketika Nabi memberikan motivasi untuk bersedekah, mula-mula para sahabat Nampak berlambat-lambat, lalu beberapa sahabat dari kaum Anshar bersegera menyambut motivasi tersebut hingga diikuti oleh para sahabat lainnya. Begini motivasi Rasulullah kepada para sahabatnya, “Barang siapa yang mempelopori suatu sunnah yang baik dari Islam, lalu diikuti oleh orang-orang setelahnya maka dicatat baginya pahala kebaikan orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun.” (HR. Muslim)

Menunjukkan Kebaikan
Mengajarkan ilmu adalah salah satu diantaranya. Seseorang yang mengajarkan ilmu, kemudian orang yang diajarkan ilmu mengambil manfaat dari ilmu yang diajarkan, maka pahala kebaikan akan terus mengalir. Meski raga sudah terbujur di liang lahad. Inilah yang disebut sebagai al-ilmu yuntafa’u bih yang disabdakan Rasulullah. Menjadi salah satu poin investasi pahala yang tiada hentinya mengalir. Pantas saja, Ibnul Jauzi memuji para ulama yang menorehkan ilmunya dalam bentuk tulisan, “Karya ulama adalah (ibarat) anak yang kekal sepanjang zaman.” Karena karya ulama akan terus tetap ada, dipelajari dan dimanfaatkan oleh orang lain hingga lintas generasi dan zaman. Pahala yang didapat pun sejauh penyebaran karya mereka.

Mengenai hal ini, Rasulullah Saw bersabda, “Orang yang menunjukkan kepada kebaikan, maka dia mendapatkan pahala seperti orang yang melakukannya.” (HR. Muslim)

Prioritas Amalan
Maksudnya, amalan yang dihukumi fardhu harus lebih diutamakan daripada amalan sunnah. Karena semestinya amalan fardhu memiliki keutamaan yang lebih dibanding amalan sunnah. Dan juga, setiap amalan sunnah merupakan amalan penyempurna fardhu kita. Sangat disayangkan, ketika hari ini banyak yang memperhatikan kualitas amalan sunnah daripada yang wajib. Ada yang rela bangun tengah malam untuk shalat tahjud, sementara shalat shubuhnya terlambat.

Padahal Allah berfirman dalam hadits qudsi, “Tidaklah hamba-Ku bertaqarrub kepada-Ku dengan amal ibadah yang lebih Aku cintai dari apa yang Aku wajibkan, dan hamba-Ku tiada henti-hentinya bertaqarrub kepada-Ku dengan segala yang sunnah hingga Aku mencintainya.” (HR. Bukhari)

Tidak ada yang lebih dicintai Allah melebihi apa yang Allah wajibkan. Bagaimana pahalanya? Tentu lebih utama.

Terakhir, yang tak kalah pentingnya. Yang harus kita perhatikan bersama adalah perkara-perkara yang bisa mengurangi pahala dan merusaknya. Jangan sampai kita mengumpulkan banyak pahala, namun di sisi lain kita terjerumus kepada perkara yang mengurangi pahala yang telah kita kumpulkan. Wallahu a’lam bis showab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar