Kurban, Ketaatan Sepanjang Zaman - LAZIS AL-IZZAH

Breaking

Breaking News

BANNER 728X90

Sabtu, 19 Oktober 2013

Kurban, Ketaatan Sepanjang Zaman



QURBAN KETAATAN SEPANJANG ZAMAN

Oleh: Ust. Sulaiman Thoyyib, Lc.
Kemuliaan seorang manusia dapat dirasa. Adlah jika jejaknya ada sepanjang masa. Melewati generasi demi generasi. Dikenang indah dalam lisan maupun tulisan.

Maka, keluarga Ibrahim alaihissalam adalah suri tauladan mulia. Seorang nabi yang menurunkan garis keturunan nabi. Sebentar  lagi, kita  - Umat Islam -  akan merayakan Idhul Adha. Saat kita mendemonstrasikan ketaatan dan ketundukan kepada Allah. Dengan semangat dan sungguh-sungguh. Ibadah yang dicontohkan oleh keluarga mulia Nabi Ibrohim dan anaknya Nabi Isma’il alaihimassalam sudah sekian lama menjadi bagian kehidupan manusia – terkhusus umat Islam- yang ditemui tiap tahun. Namun apa nilai yang terkandung dalam ibadah Kurban? Adakah sekedar perayaan makan lezat tanpa hakikat!
Ritual kurban, adalah ibadah yang sarat makna. Maka agar pengorbanan kita tidak sia-sia. Dari sejak  mengeluarkan uang, memilih binatang yang akan kita sembelih, dilanjutkan dengan proses penyembelihan dan membagikan kepada saudara sesama muslim. Marilah sejenak kita merenungkan ibadah kurban tahun ini. Agar semua tidak hilang sia-sia bersama bergulirnya masa.

Syahdan - tersebut dalam Qur’an- nabi Ibrohim dianugerahi Ismail setelah membayar dengan penantian sangat lama. Bahkan Siti Hajar sampai mentertawakan berita kehamilannya yang disampaikan kepada suaminya oleh malaikat. Tentu bukan karena melecehkan. Tapi ketika uban sudah menghiasi kepala. Tulang punggung sudah tidak lagi lurus menopang raga. Adalah aneh, bahkan sangat aneh dalam kacamata manusia. Untuk perolah anugerah seorang putera. Tapi begitulah, tak semua yang kita harap diraih. Pun tiada yang mustahil bagi Allah. 

Selaksa syukur terhantar dalam bait doa dan ibadah dari keluarga Nabi Ibrahim alaihissalam. Dirawatnya dengan penuh sayang anugerah tercinta dari sang Kuasa. Purnama berbilang. Tahun berganti. Ismail sang anak sudah remaja kini. Sanggup diajak berbagi, kepenatan jiwa maupun raga. 

Belum lama ringan kerja dirasa. Allah perintahkan Nabi  Ibrahim sembelih anaknya. Lewat mimpi wahyu itu sampai. “Wahai anakku, sungguh aku melihat dalam mimpiku, aku menyembelihmu, maka apa pendapatmu?!“, “Wahai ayah, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. Maka terjadilah prosesi penyembelihan Ismail oleh ayahnya. 

Sungguh, ketundukan tanpa batas. Teladan sempurna akan makna hamba dipertontonkan secara apik oleh ayah dan anak. Nabi Ibrohim tidak membantah dan mempertanyakan kebenaran mimpinya. Baginya wahyu titah Allah adalah segala-galanya. Kesadaran bahwa diri ini dicipta olehNya dan hidup mati, berdiri duduk serta segala aktifitas adalah untuk Allah terlukis indah. Pun demikian dengan sang Anak. Tarbiyah – pendidikan – ayah soleh terhadap anak yang soleh terwujud nyata dalam diri Ismail. Berhasil. Anak yang sangat cerdas. Karena kecerdasan sejati adalah ketika kita mampu menyingkap hakikat kepemilikan mutlak Allah atas segala yang kita miliki, bahkan jiwa sekalipun. Maka, ketika Allah meminta jiwa Ismail. Tanpa berpfikir panjang ia serahkan. Dus, ia teguhkan Ayahnya bahwa ini adalah perintahNya. Dan kehendak Allah mestinya menjadi kehendak kita.

Pembaca,
Ismail adalah simbol suatu yang sangat berharga. Dan ayahnya sanggup mengorbankannya. Maka saya yakin kita juga memiliki  “Ismail” dalam hidup kita. Melalui teladan ini Allah ingin mengajarkan pembuktian syahadat kita. Benarkah Allah telah kita posisikan sebagai Dzat Yang Disembah. Dzat Yang Ditaati segala perintahnya.
Adakalanya…
Meluangkan sedikit waktu untuk sholat berjama’ah saja rasanya berat.
Sisihkan sedikit harta yang Allah titipkan kepada kita terhalang khawatir.
Khawatir hari esok..
Khawatir anak cucu..
Khawatir yang tiada ujung.
Fokuskan fikir juga zikir, dunia tak juga menyingkir…
Lantas, apa yang hendak kita sembahkan untuk kebaikan hidup kita kelak. Dihari harta melimpah tak lagi berfaedah. Anak cucu tak lagi mampu membantu. Istri juga tak sanggup memberikan arti. Dan kawan tak mampu memberikan rasa aman. Dari pertanggungjawaban segala ucap dan juga sika yang diperbuat lisan juga anggota badan… renungkanlah…
Sebagai penutup.
Korban Habil diterima Allah sedangkan Qobil tidak. Tahukah anda apa sebab?! karena Habil memilih yang terbaik untuk dipersembahkan dari hasil jerih payahnya, sedangkan Qobil menganggapnya beban. Sehingga cukup baginya apa yang menggugurkan kewajiban.
Mari berkorban…
Semoga Allah memberikan taufiqNya kepada kita. Amiiin


Tidak ada komentar:

Posting Komentar