QURBAN KETAATAN SEPANJANG ZAMAN
Oleh: Ust. Sulaiman Thoyyib, Lc.
Kemuliaan seorang manusia dapat dirasa. Adlah jika jejaknya ada sepanjang masa. Melewati generasi demi generasi. Dikenang indah dalam lisan maupun tulisan.

Ritual kurban, adalah ibadah yang
sarat makna. Maka agar pengorbanan kita tidak sia-sia. Dari sejak mengeluarkan uang, memilih binatang yang akan
kita sembelih, dilanjutkan dengan proses penyembelihan dan membagikan kepada
saudara sesama muslim. Marilah sejenak kita merenungkan ibadah kurban tahun
ini. Agar semua tidak hilang sia-sia bersama bergulirnya masa.
Syahdan - tersebut dalam Qur’an-
nabi Ibrohim dianugerahi Ismail setelah membayar dengan penantian sangat lama.
Bahkan Siti Hajar sampai mentertawakan berita kehamilannya yang disampaikan
kepada suaminya oleh malaikat. Tentu bukan karena melecehkan. Tapi ketika uban
sudah menghiasi kepala. Tulang punggung sudah tidak lagi lurus menopang raga.
Adalah aneh, bahkan sangat aneh dalam kacamata manusia. Untuk perolah anugerah
seorang putera. Tapi begitulah, tak semua yang kita harap diraih. Pun tiada
yang mustahil bagi Allah.
Selaksa syukur terhantar dalam bait
doa dan ibadah dari keluarga Nabi Ibrahim alaihissalam. Dirawatnya dengan penuh
sayang anugerah tercinta dari sang Kuasa. Purnama berbilang. Tahun berganti.
Ismail sang anak sudah remaja kini. Sanggup diajak berbagi, kepenatan jiwa
maupun raga.
Belum lama ringan kerja dirasa.
Allah perintahkan Nabi Ibrahim sembelih
anaknya. Lewat mimpi wahyu itu sampai. “Wahai anakku, sungguh aku melihat dalam
mimpiku, aku menyembelihmu, maka apa pendapatmu?!“, “Wahai ayah, kerjakanlah
apa yang diperintahkan kepadamu, Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk
orang-orang yang sabar. Maka terjadilah prosesi penyembelihan Ismail oleh
ayahnya.
Sungguh, ketundukan tanpa batas.
Teladan sempurna akan makna hamba dipertontonkan secara apik oleh ayah dan
anak. Nabi Ibrohim tidak membantah dan mempertanyakan kebenaran mimpinya.
Baginya wahyu titah Allah adalah segala-galanya. Kesadaran bahwa diri ini
dicipta olehNya dan hidup mati, berdiri duduk serta segala aktifitas adalah
untuk Allah terlukis indah. Pun demikian dengan sang Anak. Tarbiyah –
pendidikan – ayah soleh terhadap anak yang soleh terwujud nyata dalam diri Ismail.
Berhasil. Anak yang sangat cerdas. Karena kecerdasan sejati adalah ketika kita
mampu menyingkap hakikat kepemilikan mutlak Allah atas segala yang kita miliki,
bahkan jiwa sekalipun. Maka, ketika Allah meminta jiwa Ismail. Tanpa berpfikir
panjang ia serahkan. Dus, ia teguhkan Ayahnya bahwa ini adalah perintahNya. Dan
kehendak Allah mestinya menjadi kehendak kita.
Pembaca,
Ismail adalah simbol suatu yang
sangat berharga. Dan ayahnya sanggup mengorbankannya. Maka saya yakin kita juga
memiliki “Ismail” dalam hidup kita.
Melalui teladan ini Allah ingin mengajarkan pembuktian syahadat kita. Benarkah Allah
telah kita posisikan sebagai Dzat Yang Disembah. Dzat Yang Ditaati segala
perintahnya.
Adakalanya…
Meluangkan sedikit waktu untuk
sholat berjama’ah saja rasanya berat.
Sisihkan sedikit harta yang Allah
titipkan kepada kita terhalang khawatir.
Khawatir hari esok..
Khawatir anak cucu..
Khawatir yang tiada ujung.
Fokuskan fikir juga zikir, dunia tak
juga menyingkir…
Lantas, apa yang hendak kita
sembahkan untuk kebaikan hidup kita kelak. Dihari harta melimpah tak lagi
berfaedah. Anak cucu tak lagi mampu membantu. Istri juga tak sanggup memberikan
arti. Dan kawan tak mampu memberikan rasa aman. Dari pertanggungjawaban segala
ucap dan juga sika yang diperbuat lisan juga anggota badan… renungkanlah…
Sebagai penutup.
Korban Habil diterima Allah
sedangkan Qobil tidak. Tahukah anda apa sebab?! karena Habil memilih yang
terbaik untuk dipersembahkan dari hasil jerih payahnya, sedangkan Qobil
menganggapnya beban. Sehingga cukup baginya apa yang menggugurkan kewajiban.
Mari berkorban…
Semoga Allah memberikan taufiqNya
kepada kita. Amiiin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar